KPUC, Bisnis dan Kepekaan Sosial

Posted by : robinhoo Desember 8, 2024

Catatan H. Rachmat Rolau

(Ketua DK-PWI Kaltara)

BELAKANGAN, sejumlah media online memberitakan tentang perusahaan tambang batubara di Malinau yang limbahnya diduga mencemari sungai Kayan, Malinau. Perusahaan yang dimaksud adalah PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC). Dulu, perusahaan itu milik keluarga Juanda Lesmana – pengusaha sukses di Kaltara.  Ia kawan dekat yang saya kenal cukup lama.

Sebegitu dekatnya, sehingga  saya (mungkin) satu-satunya orang media bahkan di luar media yang bisa langsung masuk ke ruang kerjanya tanpa harus mengisi buku tamu atau mendapat pertanyaan dari sekuriti. Kedekatan kami renggang dimulai ketika  pilkada Malinau kira-kira tahun 2011.

Ada  empat pasangan calon.  Dua di antaranya pasangan Yansen TP – Topan Amrullah, dan Djalung Merang – H. Suryansayah. Juanda kecewa lantaran saya cq SKH Radar Tarakan dinilai tidak independen karena dianggap berpihak  pada salah satu dari dua pasangan calon itu melalui poling Radar.

Seiring berjalannya waktu, komunikasi saya dengan Juanda terputus total kalau tidak bisa disebut  diputuskan. Tetapi itu biasa. Politik terkadang memang menjadi biang ‘perceraian’ tidak hanya antar-sahabat tetapi juga antar-saudara bahkan mungkin suami-istri.

Beberapa hari ini saya menerima kiriman foto penggeledahan Kantor PT KPUC di JL Yos Sudarso. Kemudian disusul dengan foto penyegelan sejumlah alat berat dan kendaraan. Dua hari setelah kiriman foto-foto itu, saya menerima lagi dua berita yang terbit di media online beritakaltim.com, edisi 6 Desember 2024. Judulnya: “Penyidik Mabes Polri Jemput Pemilik Tambang Batubara PT KPUC, Diduga Langgar Hukum Berat”.

Sayangnya, berita tersebut belum ada konfirmasi dari Juanda maupun manajemen perusahaan.  Satu-satunya sumber media itu adalah, Deddy Hanteru Sitorus – anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP dan Ketua Forum Komunikasi Putra-Putri (FKPP) TNI-Polri Kabupaten Malinau, Saud Maruli Tua Tamba.

Deddy sebagaimana dikutip oleh beritakaltim.com, juga hanya mendengar kabar mengenai pemilik tambang yang telah dibawa ke Jakarta oleh anggota Mabes Polri untuk diperiksa. Deddy memang sempat melontarkan komentar soal tambang batubara itu lewat Akun Tik Tok pribadinya.

Menurut Deddy, selama bertahun-tahun, limbah tambang KPUC diduga menjadi sumber pencemaran sungai Malinau yang menjadi sumber air baku PDAM Malinau. Limbah diduga langsung dibuang ke sungai tanpa melalui proses pengelolaan yang sesuai, sehingga merugikan masyarakat yang mengonsumsi air tersebut.

Sementara Ketua FKPP TNI-Polri, Saud Maruli Tua Tamba berkomentar lebih keras. Ia menyebut mengenai konsekwensi hukum atas dugaan pelanggaran perusahaan itu dengan merujukan pada sejumlah peraturan pemerintah dan perizinan sebuah  perusahaan.

*******

Terlepas dari komentar dua sumber di atas, saya lebih tertarik melihat sisi lain perusahaan tanpa harus bertanya tentang dokumen, kelayakan operasi, produksi  dan seterusnya. Sebab, salah satu tujuan utama kehadiran perusahaan di setiap daerah adalah bisnis yang berorientasi pada laba (business oriented). Tetapi ada aspek lain yang juga sama penting, yakni kepekaan sosial yang keduanya ibarat dua sisi yang tidak terpisahkan.

Itulah mengapa pemerintah pusat dan daerah berpacu menarik investor dari luar dengan segala kemudahan agar setiap investasi dapat memberi manfaat bagi daerah khususunya bagi mereka yang bermukim di sekitar perusahaan.

Tetapi entah mengapa, tidak semua perusahaan menjadikan dua hal di atas sebagai sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius. Masyarakat yang tinggal  di sekitar perusahaan justru tidak jarang dirugikan oleh perusahaan.  Misalnya, lahan pertanian mereka tercemar, tanamannya mati, hewan piaraannya mati dan seterusnya karena pencemaran.

Padahal, kehadiran perusahaan di suatu daerah mestinya ibarat dewa pembawa berjuta manfaat bagi masyarakat, bukan justru makin melarat.  Lantas manfaat seperti apa yang harus diberikan perusahaan terhadap masyarakat?

Ada dua manfaat. Yakni, kesehatan dan kesejahteraan. Secara garis besar, manfaat tersebut telah disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3):  “bumi,  air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang tak terbarukan, maka pengelolaannya harus dilakukan secara optimal, transparan, berwawasan lingkungan serta berkeadilan, agar diperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmran rakyat.

Dalam hal kemakmuran itu sendiri mengandung tiga pengertian pokok, yakni, kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan. Ketiga hal inilah yang sebetulnya menjadi tanggungjawab setiap perusahaan termasuk KPUC yang saat ini ramai dibicarakan. Pertanyaannya, sudahkah perusahaan memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitar perusahaan?

Lantas mengapa ada dugaan pencemaran air yang menjadi sumber bahan baku perusahan air minum daerah Malinau? Apakah benar pencemaran itu berasal dari pembuangan limbah tambang milik KPUC? Jika dugaan ini benar lantas siapa yang mesti bertanggungjawab? Pemerintah? atau pemilik perusahaan? (robinhudtoday.com) bersambung(**)

RELATED POSTS
FOLLOW US