Kelirumologi

Posted by : robinhoo Oktober 1, 2024

Catatan

H.Rachmat Rolau

BUDAYAWAN dan juga pendiri Museum Rekor Indonesia (MURI), Jaya Suprana menemukan istilah baru: “Kelirumologi”: ilmu penggunaan kata yang keliru. Jaya demikian call sign-nya menjelaskan, ada banyak contoh kata seperti,  “konsumerisme” yang oleh masyarakat dilebih dimaknai sebagai pengguna atau pemakai.

Padahal, menurut Jaya dalam wawancara dengan Sekretaris Jenderal PWI Pusat, Wina Armada Sukardi, konsumerisme – gerakan perlindungan konsumen. Jaya juga memberi contoh tentang ibukota yang mestinya bapak kota.

Kalau mengacu pada pendapat Jaya Suprana tentang bapak kota, maka rumah sakit mestinya menggunakan kata “rumah sehat”. Penamaan rumah sakit menjadi rumah sehat pernah diwacanakan Gubernur DKI Jakarta,  Anies Baswedan.

Hanya saja, wacana itu tenggelam bahkan disalahkan banyak orang. Jadi benar  kata Jaya Suprana bahwa “sesuatu yang keliru jika dibenarkan jadinya keliru”. Inilah cara berpikir relatif tentang kebenaran  dinamis berdasarkan pola pikir seseorang.

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan,  juga pernah melontarkan pendapat menarik lewat kata “kebenaran”. Dahlan mengatakan, saat ini muncul “kebenaran baru” sehingga kebenaran yang didukung oleh fakta tidak ada gunanya lagi.

Kebenaran (lama), papar Dahlan dalam sebuah orasi ilmiah di salah satu perguruan tinggi swasta, itu pasti kalah dengan kebenaran baru yang dibentuk oleh persepsi. Jadi kalau orang berdebat di medsos menggunakan fakta sebagai kebenaran, pasti kalah dengan persepsi yang menjadi dasar kebenaran baru.

Kebenaran baru dibentuk oleh framing yang langkah selanjutnya adalah buzzer. Buzzer dalam google adalah lonceng atau dengungan. Lalu, oleh Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) mendefinisikan buzzer sebagai individu atau “akun” yang memiliki kemampuan amplifikasi pesan dengan cara menarik perhatian atau membangun percakapan dan bergerak dengan motif tertentu.

Buzzer adalah pembuat suara kegaduhan. Dengan definisi itu, CIPG membagi buzzer menjadi empat karakteristik:  Pertama; persuasif. Kedua, digerakkan dengan motif tertentu (bayaran) atau sukarela. Ketiga, jaringan luas dan punya akses ke informasi kunci. Keempat, punya kemampuan memproduksi konten.(robinhudtoday/dikutip dari berbagai sumber)

RELATED POSTS
FOLLOW US